Peneliti MIT Ciptakan Nanopartikel yang Membuat Tanaman Bercahaya Seperti Lampu

Tanaman Bercahaya

Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menciptakan suatu nanopartikel khusus yang mampu membuat tanaman selada air memancarkan cahaya redup selama hampir empat jam. Cahaya yang dipancarkan oleh tanaman selada air tersebut 100.000 kali lebih terang dibandingkan cahaya yang dipancarkan oleh tanaman tembakau hasil rekayasa genetika. Cahaya yang dihasilkan oleh tanaman tersebut sekitar seperseribu jumlah cahaya yang dibutuhkan untuk membaca. Menurut Michael Strano, Profesor Teknik Kimia MIT, cahaya yang dipancarkan oleh tanaman tersebut dapat dioptimalkan baik dari segi intensitas dan waktu, sehingga kedepannya tanaman tersebut dapat digunakan sebagai pengganti lampu meja.

Penelitian mengenai tanaman nanobionics ini akan memberikan implikasi yang sangat besar untuk mengurangi penggunaan energi. Menurut para periset, selama ini penggunaan lampu memakan sekitar 20% konsumsi energi di seluruh dunia. Kedepannya, tanaman bersinar ini diharapkan mampu menerangi seluruh ruang kerja dan dapat mengantikan fungsi lampu jalan.

Penelitian mengenai tanaman bercahaya ini dipimpin oleh peneliti postdoctoral Seon-Yeong Kwak dan dipublikasikan di Nano Letters pada November 2017 lalu. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari bayam yang dapat mendeteksi bahan peledak dan tanaman yang dapat memantau kondisi lingkungan.

 

Enzim Luciferase dan Molekul Luciferin

Cahaya yang dipancarkan oleh tanaman tersebut berasal dari reaksi antara enzim luciferase dan molekul luciferin. Reaksi antara enzim dan molekul tersebut lah yang juga menyebabkan kunang-kunang dapat bercahaya saat gelap. Kunang-kunang memiliki enzim dan molekul tersebut secara alami, namun tidak demikian pada tanaman. Oleh karena itu, peneliti menciptakan nanopartikel berisi enzim luciferase dan molekul. Setelah dimasukan ke dalam jaringan tanaman, nanopartikel tersebut akan mengeluarkan luciferase dan luciferin ke dalam sel tumbuhan. Setelah itu, terjadilah reaksi kimia antara enzim dan molekul tersebut sehingga dapat menghasilkan cahaya.

Penggunaan tanaman dalam teknologi ini dianggap lebih menguntungkan oleh peneliti. Hal tersebut dikarenakan tanaman mampu menyerap dan menyimpan energi sendiri dan mampu memperbaiki dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.  Selain itu, penggunaan tanaman dianggap lebih prakstis dibandingkan menggunakan lampu untuk menerangi jalan.

Kini ilmuan berusaha mengoptimalkan tanaman bercahaya ini dengan cara menyeimbangkan reaksi yang terjadi anatara enzim luciferase dengan molekul luciferin di dalam tanaman. Reaksi anatara enzim dan molekul tersebut tidak boleh terlalu lambat maupun terlalu cepat. Jika reaksi terlalu lambat maka cahaya yang dihasilkan akan redup. Sementara, jika reaksinya terlalu cepat maka cahaya yang dihasilkan akan terlalu terang sehingga membuang-buang energi.

Peneliti optimis bahwa tanaman bercahaya ini dapat menjadi sumber penerangan yang menjanjikan di masa depan. Hal tersebut didukung oleh keamanan nanopartikel yang digunakan. Nanopartikel tersebut telah dianggap aman oleh Food and Drug Administration (FDA) dan juga telah digunakan dalam pengobatan.

Sumber : www.sciencedaily.com

 


 

Artikel ini adalah republikasi dari artikel LabSatu News

Artikel Terkait