Ketika ilmuwan-ilmuwan seperti Einstein, Newton, Maxwell dan lain-lain dapat membuat teori fisika yang mampu meprediksi kejadian nyata dengan presisi dan akurat, sementara ilmuwan meteorologi (ahli cuaca dan atmosfer) menghadapi kenyataan yang berbeda.
Prediksi dari meteorolog tentang cuaca seringkali bertolak belakang dengan kejadian nyata.
Manusia sudah mampu memperkirakan posisi planet, bulan, komet hingga ratusan tahun di masa depan dengan akurat, tapi tetap tidak mampu memperkirakan bagaimana cuaca satu hari kedepan dengan akurat? Apakah hujan? Berapakah suhu udara?
Ilmu cuaca telah berkembang pesat
Ilmu cuaca atau meteorologi mulai berkembang satu abad yang lalu, ketika matematikawan Lewis Fry Richardson menghitung dengan tangan selama 6 minggu untuk memprediksi cuaca 6 jam ke depan.
Prediksi cuaca bergantung dengan kemajuan komputer. Untuk meteorolog itu merupakan pencapaian besar. Untuk kita, masyarakat umum, tidak terlalu berarti.
Prediksi cuaca telah mengalami perkembangan signifikan setidaknya 20 tahun terakhir.
Prediksi cuaca 3 harian yang dilakukan hari ini lebih bagus daripada prediksi cuaca satu hari kedepan yang mereka lakukan 20 tahun yang lalu.
Ilmuwan cuaca hari ini tidak bisa bekerja tanpa prediksi numerik, yang menggunakan persamaan matematis untuk memprediksi cuaca.
Perhitungan persamaan matematis ini memerlukan komputer yang canggih dan amat banyak data parameter fisis yang ada di darat, laut, dan udara.
Ada 2×10⁴⁴ (200,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000) molekul di atmosfer yang bergerak dengan acak, dan kita mencoba untuk menghitung gerakan semua molekul itu, sungguh susah.
Jutaan data yang harus dihimpun dan diolah
Prediksi jangka pendek bergantung pada suhu, awan, curah hujan, angin dan tekanan udara. Prediksi jangka panjang, tambahkan suhu tanah dan laut, arus laut, polusi udara, dan banyak lainnya.
Untuk memprediksi cuaca pagi besok memerlukan usaha besar. BMKG mengumpulkan jutaan data pengamatan setiap hari yang diambil dari stasiun insitu, maupun dari balon cuaca dan satelit.
Satu stasiun cuaca tidak dapat mengkoleksi begitu banyak informasi. Digunakan jaringan besar stasiun cuaca yang menghimpun data di berbagai lokasi setiap waktu.
Beberapa stasiun terletak di darat yang paling tidak terdiri dari anemometer untuk mengukur kecepatan dan arah angin, penampung air untuk mengukur curah hujan, hidrotermometer untuk mengukur suhu dan kelembapan udara.
Beberapa stasiun lainnya mengapung di lautan, peralatan observasi dipasang di buoy. Dan masih ada stasiun yang bergerak, peralatan observasi yang dipasang di pesawat dan kapal. Ditambah satelit cuaca dan balon radiosonde untuk memperoleh data dari bagian atas atmosfer.
Semua data parameter fisis dari seluruh stasiun tadi menghasilkan lebih dari 1 juta data setiap hari.
Laptop atau komputer punyamu tidak akan mampu menyimpan data ini, apalagi hingga mengolahnya. Tapi meteorolog memiliki super-komputer, mesin powerful yang mampu menghitung jutaan data per detik.
Super-komputer untuk memprediksi cuaca
Di Amerika Serikat, ada super-komputer yang dioperasikan oleh National Centers for Environmental Prediction (NCEP). Bekerja dengan super-komputer, terdapat lebih dari 10000 prosesor, bekerja dengan 2,6 petabyte data.
Disana, data hasil observasi dimasukkan ke otak super-komputer, yang menggunakan persamaan model matematis kompleks untuk memprediksi bagaimana kondisi cuaca berubah sepanjang waktu. Hasil dari prediksi super-komputer ini kemudian di broadcast atau disebarluaskan ke masyarakat lewat televisi, laman internet, aplikasi dan lain-lain.
Jangan berpikir bahwa super-komputer ini tidak mungkin melakukan kesalahan, dengan teknologi secanggih itupun, super-komputer ini belum cukup mampu menghadapi tantangan besar dalam memprediksi cuaca.
Fenomena-fenomena cuaca skala besar, dimana setiapnya dipengaruhi oleh berbagai variabel yang berbeda-beda. Contohnya, mempertimbangkan bagaimana radiasi matahari akan memanaskan permukaan bumi, bagaimana perbedaan tekanan udara akan menggerakkan angin, dan bagaimana perubahan fase air, meleleh dan menguap akan mempengaruhi aliran energi.
Meteorolog kini menggunakan teknologi dan teknik yang diperbarui terus menerus untuk menghadapi chaos, seperti prediksi menggunakan ensemble, yang mana terdoro dari beberapa prediksi, setiap prediksi menggunakan starting point yang bervariasi.
Jika semua prediksi pada ensemble terlihat sama, maka cuaca diprediksi cenderung normal. Jika ada prediksi yang terlihat mencolok berbeda, maka cuaca diprediksi cenderung berubah.
Sayangnya, chaos masihlah ada, meteorolog tidak akan pernah bisa memprediksi cuaca dengan tingkat kepastian mutlak. Entah akan ada badai, angin puting beliung, hujan ekstrem, akan selalu membawa bencana dengan peringatan kecil.
Chaos, ketidakteraruran sebagai sifat alami alam semesta
Perubahan kecil pada salah satu variabel dalam perhitungan kompleks ini dapat berdampak besar pada cuaca masa depan. Edwan Lorenz, meteorolog dari MIT menyebut ini efek kupu-kupu.
Gampangnya digambarkan seperti ini, kepakan sayap kupu-kupu di tengah hutan asia dapat menimbulkan hujan deras di kota New York.
Beliau dikenal sebagai bapak teori chaos, sebuah prinsip ilmiah yang mendeskripsikan sistem super kompleks, seperti sistem cuaca, dimana perubahan kecil di kondisi mula-mula mampu mengubah drastis hasil akhirnya.
Karena adanya chaos atau ketidakteraturan ini, ada batas kapan prediksi cuaca dinilai akurat. Lorenz menset batas ini dalam dua minggu.
Lebih lanjut lagi, persamaan numerik yang digunakan untuk mensimulasikan atmosfer juga merupakan subyek chaos, dengan error kecil yang dapat berlipat ganda.
Cuaca di daerah lintang tinggi banyak dipengaruhi oleh gerakan pertemuan massa udara berbeda yang dipengaruhi oleh sistem tekanan rendah. Gerakan massa udara ini relatif mudah diprediksi karena bergerak secara gradual.
Sementara, di daerah tropis seperti Indonesia, menerima banyak sekali energi dari matahari yang membuat aktivitas konveksi yang sifatnya lebih chaos sehingga lebih sulit diprediksi.
Chaos di alam berarti sepanjang kita terus melakukan asumsi tentang proses di atmosfer, akan selalu ada potensi bagi model untuk membuat kesalahan.
Bagaimana cuaca bisa diprediksi di masa depan?
Diperlukan data resolusi tinggi baik secara spasial dan waktu. Perlu lebih banyak lagi, jutaan stasiun pengamatan cuaca di berbagai lokasi.
Untungnya dengan kemajuan teknologi sekarang, stasiun pengamatan cuaca dapat berukuran lebih kecil dan mobile. Stasiun pengamatan cuaca ini mungkin akan berada di rumah setiap orang, atau di kendaraan bahkan di smartphone.
Dengan semakin banyak data yang dihimpun, diperlukan lagi super-komputer dengan tingkat komputasi yang lebih maju dan cepat.
Tidak ada yang lebih berguna selain kesiapsiagaan kita sendiri untuk menghadapi cuaca. Seperti kata pepatah, sedia payung sebelum hujan.