Saya menemukan banyak reaksi unik ketika Saintif (atau media lain) menginformasikan terkait peristiwa gerhana. Responnya kurang lebih seperti ini:

Oke, pasti banyak orang yang menganggap respon itu nyeleneh dan ga penting, tapi coba kita seriusin sebentar… benarkah demikian?

Singkatnya, tidak. Jika kita menganggap kejadian kiamat atau akhir dunia didahului dengan tanda-tanda peristiwa alam yang langka, maka gerhana jelas bukan salah satu tandanya, karena gerhana adalah peristiwa normal yang sering terjadi dan kejadiannya bersifat periodik.

Mau dari awal sistem tata surya stabil dan bumi belum ada penghuninya, sampai saat ini ketika penduduk bumi sudah hampir bersesak-sesakan, gerhana tetap terjadi seperti itu.

Cuman kita saja (sebagian dari kita), yang kurang wawasan dan kemudian menerka-nerka kalau gerhana sering terjadi akhir-akhir ini. Padahal mah, dari dulu juga gitu.

Di tahun ini, perisitwa gerhana terjadi sebanyak 5 kali pada:

  • 31 Januari 2018, gerhana bulan total.
  • 15 Februari 2018, gerhana matahari sebagian (tidak di Indonesia)
  • 13 Juli 2018, gerhana matahari sebagian (tidak di Indonesia
  • 28 Juli 2018, gerhana bulan total
  • 11 Agustus 2018, gerhana matahari sebagian

 

Peristiwa alam yang normal

Hasil gambar untuk eclipse

Gerhana adalah peristiwa alam yang normal terjadi. Gerhana matahari terjadi ketika bulan menutupi matahari, dan gerhana bulan terjadi bayangan bumi menutupi bulan.

Dalam setahun, minimal akan terjadi gerhana sebanyak 4 kali dan maksimal terjadi sebanyak 7 kali. Kondisi minimal tersebut terdiri dari dua buah gerhana matahari dan dua buah gerhana bulan total.

Adapun kondisi maksimal tersebut terdiri dari kemungkinan konfigurasi sebagai berikut:

  • 5 gerhana matahari + 2 gerhana bulan, seperti pada tahun 1935, 2206.
  • 4 gerhana matahari + 3 gerhana bulan, seperti pada tahun 1982, 2094.
  • 3 gerhana matahari + 4 gerhana bulan, seperti pada tahun 1973, 2038.
  • 2 gerhana matahari + 5 gerhana bulan, seperti pada tahun 1879, 2132.

Jadi, tidak usah kagetan ketika kamu melihat peristiwa gerhana bulan di Indonesia yang baru terjadi dua kali saja di tahun ini. Ada kemungkinan kalau dalam setahun terjadi total 7 gerhana, dan itu normal-normal saja, bukan tanda kiamat.

Kalau saja dalam setahun terjadi gerhana sebanyak 50 kali gerhana yang tidak terprediksi… nah itu kamu harus siap-siap tobat ya (saya juga).

 

Kamu tidak sendirian

Ketakutan akan gerhana sebagai tanda kiamat nyatanya tidak hanya dialami oleh dua orang yang komentarnya saya perlihatkan di awal tulisan ini. Banyak di luar sana, orang-orang yang memiliki kekhawatiran serupa.

Dan ini juga terjadi di Amerika.

Pada 21 Agustus 2017, ada peristiwa gerhana matahari total di Amerika Serikat. Gerhana ini adalah peristiwa gerhana matahari total yang melintas di Amerika setelah tahun 1918.

Gerhana digambarkan sebagai pembawa pesan malapetaka (Alamy/BBC)

Banyak yang antusias, tapi ada juga yang ketakutan.

Berbagai kelompok keagamaan di Amerika menganggap bahwa kejadian gerhana tersebut adalah tanda kiamat dan pesan akan datangnya masa Tribulation, di mana bencana dahsyat akan menghancurkan 75% umat manusia.

Seorang pemercaya ‘gerhana kiamat’ mengkampanyekan peringatan kiamat akibat gerhana di Washington DC (GettyImages)

Lalu kenapa orang-orang ini menganggap gerhana sebagai tanda kiamat?

Seperti yang dibilang oleh Edwin Krupp dari Griffith Observatory di California, hal ini diakibatkan mereka jarang secara langsung menikmati kejadian gerhana, sehingga membuat mereka mengira gerhana adalah peristiwa yang langka terjadi.

Gerhana memang terjadi minimal empat kali dalam setahun, tapi gerhana ini tidak terjadi di seluruh penjuru bumi. Hanya tempat-tempat tertentu saja yang mengalaminya. Seperti contoh gerhana matahari total di Amerika yang baru terjadi lagi pada 2017 sejak tahun 1918, padahal tentu saja ada banyak gerhana matahari total lain yang terjadi–walaupun di tempat lain.

Lalu, kesan yang ditimbulkan oleh gerhana matahari total itu memang cukup mengerikan. Di suatu siang yang terik dan cerah, tiba-tiba langit menjadi gelap. Matahari seakan padam. Tentu saja itu menakutkan, bagaimana jika ia tidak kembali lagi?

 

Pada zaman dulu…

Peradaban Cina kuno percaya bahwa gerhana terjadi karena naga di angkasa memakan matahari atau bulan. Hal serupa diyakini di banyak tempat, seperti serigala langit Viking, katak Vietnam, dan tidak perlu jauh-jauh yaitu Buto Ijo yang diyakini oleh masyarakat tradisiona Nusantara.

Kepercayaan Hindu menganggap raksasa Rahu memakan matahari ketika gerhana (TheConversation)

Untuk mengusir para pemakan matahari dan bulan ini, mereka menebuh genderang, pohon, atau apapun yang menghasilkan suara keras. Tapi itu dulu, ketika mereka belum tahu penyebab dari gerhana. Waktu terus berlalu, pemahaman manusia semakin berkembang dan mereka tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Gerhana bulan terjadi secara periodis. Polanya pertama kali dipahami oleh peradaban Mesopotamia, ketika mereka menemukan bahwa karakteristik gerhana yang serupa akan terjadi setiap 18 tahun 10/11 hari. Pola ini disebut Siklus Saros.

Dengan pola ini, mereka tahu kapan akan terjadinya gerhana lanjutan–walaupun tidak eksak. Adapun untuk kenapa dan bagaimana gerhana ini terjadi, lalu kapan terjadinya gerhana di awal pola, mereka belum mengetahuinya.

 

Zaman sekarang

Di zaman sekarang ini, ilmu pengetahuan telah bergerak maju dan mansuia telah memahami gerhana telah sangat baik. Detil setiap kejadian gerhana dapat diprediksi jauh-jauh hari, meliputi: waktu terjadinya, lokasi mana saja, seberapa gelap kejadiannya, jenis gerhananya, dan lain sebagainya.

Ini semua dapat dicapai ketika pemahaman terhadap pola dan kejadian fisis yang sebenarnya dipahami dengan baik.

Gerhana adalah peristiwa alam yang begitu indah, karena itu sudah sepatutunya kamu kagum dan menikmati keindahannya. Tak perlu takut karena ia bukan tanda kiamat.

Jadi, selamat menikmati gerhana bulan total 28 Juli besok ya!

 

 

Referensi: