Saya dirasa amat suka membicarakan tentang bintang, sesuatu yang sangat kental akan suasana malam—menghias langit malam.
Siapapun termasuk khususnya bagi Anda. Anda bisa dan mampu melihat ribuan bahkan jutaan bintang pada saat yang sama di setiap sudut langit yang Anda pandang, di malam hari tentunya. Bintang tidaklah ekual satu sama lain. Layaknya manusia, bintang juga memiliki nama untuk mempermudahkan kita dalam ‘mengenal’-nya. Kita hidup pada salah satu planet yang mengitari sebuah bintang pada jarak 1,5 x 10^8 km (1 SA), kita membutuhkan waktu selama 365 hari (1 tahun) untuk sekali mengitarinya, nama bintang tersebut adalah Matahari.
Matahari merupakan salah satu bintang di antara miliaran bintang yang ada di galaksi Bimasakti ini— Bimasakti merupakan salah satu galaksi di antara ribuan galaksi yang ada di Alam semesta ini— Dan Bumi merupakan salah satu planet di antara jutaan planet yang ada di galaksi Bimasakti ini.
Walaupun Matahari adalah sebuah bintang, saya tidak sedang membicarakannya, saya (dan tentunya Anda) sedang membicarakan bintang-bintang yang lain, yang jauh lebih ‘indah’ daripadanya—lebih besar, lebih jauh, lebih panas, dan lebih aneh, tentu saja. Saya kira, kita akan berjumpa dengan situasi yang amat rumit dalam membicarakan tentang bintang nantinya. Ya, meskipun begitu setidaknya kalian berhak untuk terlebih dahulu memahami kalimat berikut:
Bergabung sampai ke ketakterhinggaan seperti huruf-huruf alfabet jagat yang menyampaikan sejarah galaksi nan panjang; tentang bintang-bintang tak terbilang; tentang cahaya matahari; tentang gunung, hutan dan padang rumput; tentang muda-mudi yang tersenyum cemerlang; dan tentang langit malam bertabur bintang.
BINTANG III
Keindahan taburan bintang di langit malam telah pasti tersimpan dengan baik di dalam memori Anda, dimulai dari ufuk barat hingga timur dan utara hingga selatan. Mereka sesuatu yang sangat padu jika dalam persepsi sempit kita. Bagaimana jika dalam persepsi yang luas? Tentu, kita bakal kagum dan kita akan mengungkapkan perasaan yang muncul dari masing-masing jiwa kita, “mereka sesuatu yang kecil, kerlap-kerlip, nan aneh. Itulah bintang.” Itu tanggapan kita apabila sebagai orang awam.
Setiap malam, bintang dan planet (bahkan benda langit lainnya; asteroid dan komet) secara tak sengaja kita pandang dalam waktu yang bersamaan. Hal yang paling menonjol untuk membedakan mana yang disebut bintang dan mana yang disebut planet adalah; kedipnya(light), dan geraknya dari hari ke hari (time to time). Orang boleh bersepakat untuk memberikan kesimpulannya bahwa, “semua bintang adalah sama, kita melihat bintang yang selalu sama setiap malam.” Saya: “tidak! bintang tidaklah ekual satu sama lain, mereka sangatlah berbeda. Bintang dibedakan atas beberapa parameter; Massa bintang, Luminositas bintang, Radius bintang, dan Tipe bintang. Dan setiap bintang memiliki karakteristiknya masing-masing (layaknya manusia).”
Kita mendapatkan definisi bahwa bintang adalah benda masif yang memancarkan cahaya sendiri akibat adanya reaksi fusi nuklir pada bagian inti, benda masif tersebut haruslah memiliki massa pada rentang 0,08 – 200 Mθ. (Μθ = Massa Matahari = 2 x 10^30 kg.) Nah, dari definisi tersebut kita telah mendapatkan satu parameter yang menjadi pembeda, yakni Massa bintang—yang begitu beragam sehingga sangat disayangkan apabila kita menganggap bahwa bintang adalah tidak bermassa apalagi sama!
Bintang yang semestinya tiap malam kita lihat, memiliki kecerahan yang berbeda, ini lah yang kemudian menjadi salah satu parameter antara bintang satu dengan yang lainnya (yang jumlahnya sangat tidak adil dengan jumlah total penduduk Bumi). Berdasarkan kecerahannya, bintang digolongkan menjadi 6 (enam) kelompok, yaitu:
- Bintang sangat redup (+)
- Bintang agak redup (+)
- Bintang redup (+)
- Bintang terang (-)
- Bintang agak terang (-)
- Bintang sangat terang (-)
Entah, ke mana atau di mana Anda berada pada malam hari, sempatlah untuk memandang langit di sekeliling Anda—akan terpaku dengan hiasan jutaan bintang-bintang yang ‘duduk’ manis di setiap sudut langit tersebut; mereka kompak saling menyapa kita, dan kita? kompak untuk saling cuek pada mereka. Jutaan bintang-bintang tersebut juga memiliki nama (layaknya manusia) dan karenanya kita dapat dengan mudah ‘berkenalan’ dengan mereka. (Apakah benar? Tergantung diri kita sendiri.)
BINTANG IV
Tidak melulu akan bintang-bintang itu saja setiap malamnya yang kita lihat, mereka juga memiliki periode untuk kemunculan mereka (atas rotasi dan revolusi Bumi), maksudnya adalah; apabila kita melihat sebuah bintang berada di posisi Y langit (anggap saja) pada pukul 20:00 pada malam hari ini, maka kemudian dia akan kembali terlihat berada di posisi Y langit tersebut pada pukul 19:56 di esok harinya, dengan selisih empat menit. Mengapa? Hal ini disebabkan oleh gerak rotasi Bumi itu sendiri (bintang tidak ikut campur akan hal ini, bintang menjadi sebab akan hal ini) dan pastinya peristiwa tersebut akan terus begitu terulang sepanjang waktu hingga bintang tersebut tak lagi bisa kita temukan di langit malam, namun bisa kita temukan lagi pada selang waktu yang dirasa amat lama (selama 6 bulan berikutnya; pada waktu yang berbeda, namun di posisi yang sama). Tentang bintang, hal yang paling melekat pada jiwa masyarakat awam adalah anggapan bahwa bintang muncul di saat langit sedang hitam pekat saja (malam). Di saat siang hari, yang sebenarnya bintang tetap muncul, namun mengapa kita tak bisa untuk melihatnya? Matahari merupakan sebuah bintang (bintang paling dekat dengan kita) dan karena cahaya dari bintang yang lainnya ‘kalah’ dengan cahaya dari Matahari kita, itu menjadi sebab mengapa kita tak bisa untuk melihat bintang yang lain tersebut di saat langit sedang biru (siang). Kira saja, bahwa dalam waktu dua atau tiga bulan ke depan, kita bakal dihiasi oleh struktur/tatanan bintang yang berbeda dari apa yang ada di langit malam sekarang ini (pola-pola rasi bintang bergeser—Bumi berevolusi).
Pada zaman dahulu, suguhan keindahan langit malam amat diperhatikan dengan baik oleh nenek moyang kita, mereka sangat kagum akan (gugusan) bintang-bintang—yang kemudian timbul lah akan hal ini imajinasi mereka sehingga mereka dengan sengaja bersekongkol untuk membuat suatu gambaran/tokoh/bentuk tertentu di langit dengan bintang sebagai medianya. Kini, kita mengenalnya sebagai rasi bintang/konstelasi. Mereka melakukannya dengan tidak tanpa alasan, rasi bintang memiliki suatu kegunaan yang sangat berpengaruh pada zaman tersebut; untuk bercocok tanam, musim, kalender, pelayaran/navigasi, dan penunjuk arah. Boleh jadi, kegunaan tersebut tetap dirasakan/digunakan pada zaman sekarang. Setiap satu bintang yang Anda lihat—itu— merupakan juga salah satu bagian dari suatu rasi tertentu, dan ia pasti memiliki nama (identitas dirinya).
Berdasarkan konfirmasi dari Himpunan Astronomi Internasional (IAU), menyebutkan bahwa total jumlah rasi bintang adalah 88 (delapanpuluh delapan) bentuk, sepakat secara internasional. Namun, jika kita menyangkutpautkan aspek budaya/kultur pada setiap bangsa, maka hal tersebut tidaklah akan berlaku, karena di setiap bangsa juga memiliki kesepakatan akan pola rasi bintang yang berbeda-beda. Secara IAU, ini adalah pola rasi bintang milik bangsa Yunani (Greek), dan kita menggunakannya. Berbicara mengenai rasi bintang, dalam ilmu Biologi, kita mengenal yang namanya famili bagi kesemua makhluk hidup, dalam ilmu Astronomi pun juga sama, terutama dalam aspek rasi bintang (pembagian ini berdasarkan narasi/cerita yang dimaksud) dengan total jumlah 8 (delapan) famili rasi bintang. Saya akan mengambil tiga famili saja (beserta contoh anggotanya):
1. Famili Ursa Major;
- Ursa major
- Ursa minor
- Draco
- Canes venaciti
- Boötes
- Leo minor
2. Famili Zodiak;
- Capricornus
- Aquarius
- Pisces
- Aries
- Taurus
- Gemini
- Cancer
- Leo
- Virgo
- Libra
- Scorpius
- Sagittarius
3. Famili Orion;
- Orion
- Canis Major
- Canis Minor
- Lepus
- Monoceros
Asal Anda tahu, mereka sangat indah dipandang. Coba saja.
Pollux, Castor, Algieba, Algol, dan Betelgeuse, sedikit saja, bahwa mereka merupakan beberapa contoh nama bintang yang sangat familiar. Bintang memiliki nama? Bagaimana bisa. Tentu, pemberian nama bagi bintang adalah mengacu kepada apa ‘peran’-nya di suatu rasi bintang/konstelasi tersebut. Katakan saja bintang Pollux, dia merupakan bintang yang (secara imajinatif) berperan sebagai ‘kepala’ pada salah satu tokoh (Pollux) di rasi Gemini (orang kembar [dan ini ada muat cerita mitologinya]), pun begitu untuk yang lain. Nama-nama bintang diambil dari empat bahasa besar; Yunani, Latin, Arab, dan Mesir kuno. (Karena pada zaman dahulu banyak ahli Astronomi yang sangat dikenal dunia yang berasal dari bangsa-bangsa tersebut, sehingga banyak timbul pengaruh besar terhadap Astronomi di era sekarang.)
Selain dengan cara tersebut, yang, kita akan tahu, bagaimana cara lain untuk memberikan bintang sebuah nama.
Dengan cara tersebut, yang merupakan cara mutlak, kita bisa mengenal nama bintang. Tidak sampai di titik tersebut saja, ada cara yang tidak kalah mutlak lagi untuk memberi nama bagi bintang; secara metode (1) penamaan Bayer, atau secara (2) penamaan Flamsteed, dan secara (3) penamaan Hipparcos. Yang kesemuanya saling ada kaitan dan berhubungan, dan saya bakal sedikit untuk menjelaskannya di sini.
Ahli astronomi Jerman, Johan Bayer, menemukan sistem penamaan ini pada abad ke 16 – 17. Penamaan bintang secara metode Bayer ini menggunakan sistem huruf Yunani (Greek), dengan notasi α sebagai bintang paling terang dalam suatu rasi bintang, diikuti dengan notasi βsebagai bintang terang kedua dalam suatu rasi bintang, notasi γ sebagai bintang terang ketiga dalam suatu rasi bintang, dan seterusnya.
Ahli Astronomi Inggris, John Flamsteed, mengkarakteristikkan bintang-bintang berdasarkan nilai Right Ascension/Declination (RA/Dec). Koordinat berdasarkan sistem RA/Dec ini menggunakan dua sudut untuk mendefinisikan posisi benda langit yang diamati. Sudutnya diukur dari titik ikat standar dalam Celestial-sphere. Analoginya, nilai Right Ascension dan Declinationpada peta angkasa adalah sama dengan nilai lintang dan bujur pada peta terestris.
Hipparcos adalah sebuah misi astronomi yang diluncurkan oleh European Space Agency (ESA) yang bertujuan untuk mengidentifikasi objek-objek angkasa, mengukur paralaks bintang dan pergerakannya. Proyek ini dinamakan Hipparcosuntuk memberikan penghormatan kepada ahli astronomi Yunani, Hipparchus. Hasilnya, suatu bintang yang diberikan nama secara metode Hipparcos ini, nantinya akan memiliki kode penomoroan/katalog tertentu. Katakan saja bintang Aldebaran; dalam katalog, dia memiliki kode penomoran HIP-21421.
EPI
Kita beruntung, menjadi orang yang hidup pada zaman milenial saat ini, apa yang kita nikmati pada hari ini adalah merupakan hasil jerih payah orang-orang terdahulu. Mereka mewariskan banyak sekali ‘materi’ kepada kita, mari melestarikan. Pun pada bintang-bintang yang tak terbilang; banyak orang yang tidak lagi peduli padanya, sungguh sangat disayangkan. Dan pada dasarnya, teramat banyak hal yang dalam kehidupan sehari-hari mereka berhubungan dengan bintang.
Apakah benar? Kembali pada diri Anda sendiri.
(Tulisan ini adalah kiriman komunitas)