Apakah Gunung Beneran Punya Akar?

Benarkah gunung seperti paku?

Benarkah gunung memiliki akar yang menjulang ke bawah?

Ya. Kamu harus tahu kisah penemuannya ini.

Keanehan Pengukuran Everest

Sir George Everest

Sir George Everest, nama belakangnya sangat terkenal karena dipakai sebagai nama puncak tertinggi di Bumi.

Ahli Geodesi utusan Kerajaan Inggris pada zaman kolonial ini memang orang pertama yang mengkonfirmasi ketinggian puncak-puncak gunung di Pegunungan Himalaya, Asia.

Sebelum pindah ke India, ia sempat ditugaskan sebagai surveyor di Jawa. Kepindahan ia ke India, memberinya kesempatan bercengkerama lebih sering dengan Himalaya.

Itu terjadi pada sekitar tahun 1840-an, Everest melakukan survey topografi –mengukur ketinggian tempat- di India.

Selama survei ini, ia mengukur jarak antara kota Kalianpur dan Kaliana yang terletak di selatan Pegunungan Himalaya, dengan menggunakan dua cara yang berbeda.

Salah satu metode atau cara yang dia pakai yaitu teknik survey konvensional yang menggunakan prinsip triangulasi, dan cara kedua yaitu dengan teknik penentuan jarak astronomis.

Dua cara ini seharusnya memberikan hasil pengukuran yang sama, tapi yang terjadi malah perhitungan astronomis menempatkan kedua kota ini lebih dekat 150 meter satu sama lain dibandingkan dengan hasil survei triangulasi.

Ketidakcocokan hasil ini mengarah pada sebab ini. Tarikan gravitasi yang dihasilkan oleh Pegunungan Himalaya pada bandul yang digunakan pada instrumen astronomis.

Bandul ini berupa logam yang digantung pada tali, digunakan untuk menentukan arah vertikal yang benar pada instrumen.

Akibatnya bandul ini tidak lurus ke bawah, namun ada sedikit penyimapangan arah di salah satu kota itu.

Everest menduga jika penyimpangan bandul ini lebih besar nilainya di Kaliana daripada di Kalianpur, karena Kaliana letaknya lebih dekat ke pegunungan.

Tapi ia tidak tahu pasti.

Pegungan Himalaya Seharusnya Kopong!

Selang beberapa tahun kemudian, J. H. Pratt pendeta di Kalkutta yang juga seorang astronom dan matematikawan, pada sekitar 1850-an ditugaskan Surveyor General of India untuk menyelidiki ketidak akuratan hasil survey yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi pegunungan.

J H Pratt

Dia mencoba mengira-ngira massa Pegunungan Himalaya dan mulai menghitung error atau ralat hasil survey.

Dia terkejut, Pratt menemukan bahwa pegunungan seharusnya memberi nilai error –ralat- 3 kali lebih besar daripada yang sebenarnya teramati.

Atau jangan-jangan, Pegunungan Himalaya bisa jadi punya ruang kosong di dalam tubuh gunungnya, begitu menurut Pratt.

Gunung yang Berakar

George Biddell Airy

Hipotesis untuk menjelaskan adanya “hilangnya” massa pegunungan ini dikembangkan oleh George Airy, yang juga astronom Inggris.

Airy menduga kalau Bumi punya kerak batuan ringan yang mengapung pada kerak batuan yang lebih padat, mudah diubah bentuk oleh mantel Bumi.

Lebih jauh, dia dengan tepat berpendapat kalau lapisan kerak batuan mestilah lebih tebal di bawah pegunungan daripada yang dibawah dataran rendah.

Atau dengan kata lain, daratan pegunungan harus disokong  oleh material kerak ringan yang membentang ke bawah ke lapisan mantel, seperti akar tumbuhan.

Fenomena ini sering kamu amati pada gunung es, yang mana terapung ke atas karena diganti oleh berat air yang berpindah. Sudah familiar kan dengan gambar diatas.

Prinsip Isostasi namanya. Material kerak Bumi mengapung karena kesetimbangan antara berat material dengan gaya ke atas yang dikerjakan oleh lapisan fluida.

Jika Pegunungan Himalaya memiliki akar dari kerak batuan ringan yang membentang jauh dibawahnya, maka pegunungan ini akan memberi tarikan gravitasi yang lebih sedikit, sebagaimana yang Pratt hitung.

Karenanya, penjelasan Airy menjawab mengapa bandul tersimpangkan lebih kecil daripada yang diharapkan.

Penelitian seismologi dan gravitasi –gaya berat- telah mengkonfirmasi keberadaan akar kerak dibawah hampir semua pegunungan.

Ketebalan kerak benua rata-rata sekitar 35 kilometer, namun kerak akar gunung ini tebalnya mencapai 70 kilometer pada beberapa pegunungan.

Prinsip isostasi yang mendasari fenomena ini terkenal tidak saja pada geolog, tapi sudah menjadi bahan cerita motivasi para motivator.

Menganalogikan kalau yang nampak di permukaan hanyalah sedikit capaian, sedangkan apa yang terbenam di bawah adalah lebih banyak kerja keras dan lain-lain.

Ya, ya, boleh-boleh saja menjadikan ini sebagai penyemangat hidupmu.

Asal jangan sampai berlebihan sampai ketipu gambar ini. Kamu pasti sudah jadi korbannya. Hehe.

Stop. Kamu Kebanyakan Nonton Motivasi. Ini Hanyalah Plastik.

Ah kok saya malah ngelantur.

 


Tulisan ini adalah kiriman penulis. Kamu juga bisa membuat tulisanmu sendiri di Saintif dengan bergabung di Saintif Community


 

Referensi:
EARTH – An Introduction to Physical Geology. Tarbuck, Lutgens, Tasa. Pearson Education

Wikipedia.org

Artikel Terkait