Sesaat setelah deklarasi nama capres-cawapres Indonesia beberapa hari lalu, media sosial diramaikan dengan banyak polling pilihan antara dua pasang nama: Jokowi – Ma’ruf Amin dan Prabowo – Sandiaga Uno.
Saya sendiri banyak menemukannya di Instagram dan Twitter.
Hasil yang ditunjukkan oleh polling-polling itu kurang lebih seperti ini:
Sebagian menunjukkan Pak Jokowi unggul, sebagiannya lagi menunjukkan Pak Prabowo unggul, dan beberapa menunjukkan angka di sekitar titik tengah.
Satu kesimpulan pasti yang bisa dipetik dari berbagai hasil ini ada satu: bahwa sebaiknya kamu jangan percaya dengan hasil polling di sosial media tersebut.
Kenapa? Ini berkaitan dengan bias statistik.
Tidak ada keterangan jelas demografi dari orang-orang yang mengikuti polling tersebut… dan kemungkinan besar demografinya tidak mewakili kondisi real di lapangan. Yang artinya, hasilnya tidaklah benar.
Polling di sosial media itu tidak sahih
Hasil polling tersebut benar hanya dalam lingkup orang yang mengikuti polling tersebut, dan tidak dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan yang lebih besar. Bahkan untuk sekedar mewakili pengikut (follower) akun pembuat polling itu saja tidak bisa, karena tidak ada parameter kontrol dan tidak semuanya ikut polling kan…. apalagi se-Indonesia raya.
Makanya, tidak usah terlalu senang atau sedih dengan hasil-hasil polling itu.
Pakar statistik yang juga guru besar IPB, Khairil Anwar Notodiputro, melalui cuitannya di Twitter pun mengatakan hal yang sama, bahwa
Pada umumnya polling di Twitter tidak sahih secara metodologi. Jadi tidak usah dipercaya, cukup dijadikan lucu lucuan atau hiburan saja.
Polling di sosial media lain pun tak jauh beda.
Hal utama yang dilewatkan oleh polling via sosial media ada dua:
- Populasi responden tidak teridentifikasi
- Tidak bisa dilakukan verifikasi terhadap jawaban responden.
-• MENGAPA HASIL POLLING TWITTER TIDAK LAYAK UNTUK DIPERCAYA? •-
1. Polling mrp salah satu teknik pengumpulan data dlm survei utk mengetahui pendapat dr sekelompok orang. Sdgkan survei pd dasarnya adlh mengamati sebagian orang utk memperoleh gambaran dari seluruh orang yg ada.
— Khairil Anwar Notodiputro (@kh_notodiputro) 12 Agustus 2018
Ada yang tidak pakai sosial media
Selain itu… ada banyak sekali orang-orang yang tidak memakai sosial media yang belum tercover dalam polling-polling tersebut.
Secara naluriah kita sering merasa kalau pengguna media sosial itu sangat banyak dan hampir semua orang memilikinya. Benar memang kalau pengguna media sosial itu besar… tapi kebesaran media sosial itu cenderung terlalu dilebih-lebihkan.
Berdasarkan data dari Katadata, jumlah pengguna internet di Indonesia ada 143 juta jiwa, sebanyak 54% dari total penduduk Indonesia. Dan mayoritas penggunaannya ada di sosial media.
Ya ya ya, banyak memang, tapi masih ada 46% (120 juta) orang yang belum terjamah dalam polling-pollingan di sosial media tersebut. Dikarekanan metodologi dalam polling via media sosial yang tidak sahih, golongan orang yang tidak terjamah internet ini tentu dapat merubah hasil polling secara drastis.
Jadi tidak usah terlalu senang ataupun kejang-kejang dulu ya.
Itulah fungsinya survei
Karena tidak jelasnya metodologi dalam polling via sosial media… maka untuk memahami kondisi yang sebenarnya dibutuhkan survei.
Survei dilakukan dengan menggunakan metodologi ilmiah yang didesain sedemikian untuk mewakili seluruh populasi. Karena itu, survei dapat memberikan gambaran kondisi sebenarnya dari populasi tersebut.
Lha terus bagaimana dengan lembaga-lembaga survei yang hasilnya sering beda dengan lembaga survei yang lain? Misal kebanyakan lembaga survei bilang A, sementara dia bilang B.
Kembali lagi, ini berkaitan dengan proses pengambilan datanya. Selama survei dilakukan dengan metodologi yang tepat, hasilnya juga tepat. Beda halnya jika lembaga survei tersebut mengatur sampel populasi untuk menghasilkan kesimpulan tertentu, nah itu yang tidak benar. Selengkapnya silahkan baca ulasan rekan saya di Kenapa Hasil Survei Berbeda-beda? Mana yang Benar?
Maka dari itu, ikutilah hasil survei dari lembaga-lembaga survei yang kredibel dan memiliki rekam jejak yang baik. Bukan lembaga survei abal-abal yang memberikan hasil sesuai dengan pesanan.
Oke, begitu ya.